iklan

lagi cari sesuatu? Gunakan fasilitas ini ..

28 Mei 2009

"Jilbab Politik" Istilah Baru pada PEMILU.

Rabu, 27 Mei 2009. Saya sedikit geli dan sekaligus ngeri membaca beberapa berita di situs detik.com. Berita tersebut terkait dengan isu jilbab yang dimunculkan oleh Partai Keadilan Sejahtra (PSK). PKS rupanya membandingkan istri-istri para calon presiden dan wakil presiden kita. Bukan cuma petinggi PKS tapi isu tersebut mulai dibahas di "akar rumput" PKS.
Intinya, sebagian dari mereka menginginkan agar istri SBY-Boediyono mulai sering-sering menggunakan jilbab agar pasangan ini bisa lebih diterima oleh mereka.

Persoalan jilbab adalah persoalan agama, sebuah syariat yang suci untuk menutup aurat bagi kaum hawa. Itu semua sudah diakui oleh seluruh umat Islam, baik yang sudah berjilbab maupun yang belum. Adapun memakai jilbab, karena negara kita bukanlah menggunakan Islam sebagai dasar negara, maka tidak ada paksaan yang dilakukan oleh negara bagi wanita untuk memakai jilbab. Namun, kewajiban "memaksa" memakai jilbab ada pada para suami kepala rumah tangga, yang memang berkewajiban menjaga anggota keluarganya dari api neraka. Salah satu yang menjadi penjagaan, adalah dengan mengikuti syariat menuntup aurat (memakai jilbab).

Jadi tujuan utama menggunakan jilbab adalah mengikuti syariat yang telah ditetapkan oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala melalui AlQuran dan sunnah Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam, sehingga dengan demikian merelka menutup aurat dari orang-orang yag tidak berhak melihatnya.
Nah, jika pemakaian jilbab untuk mengangkat citra dalam rangka pemilihan presiden, tentu tujuan utama memakai jilbab terlewati. Yang tercapai hanyalah menjaga aurat, itupun jika dilakukan secara konsisten. Tentu saja, si pemakai tidak akan mendapat pahala.

Seorang perempuan, sebelum memakain jilbab, haruslah mengetahui ilmu syariat tentang menutup aurat. Harus mengetahui bahwa hal itu memang merupakan kewajiban. Dia juga harus mengetahui bagian tubuh mana saja yang harus tertutup, serta jenis dan bentuk pakaian yang pantas dikenakan. Setelah itu barulah memakai. Memakai karena memang betul-betul yakin akan kewajiban itu dan dengan niat yang tulus untuk mendapatkan ridha-Nya. Hanya dengan cara ini, semua tujuan menutup aurat bisa dicapai.

Kurangnya pengetahuan tentang syariat ini mengakibatkan banyaknya orang-orang yang hanya sekadar (sudah merasa) menutup aurat. Bahkan yang lebih parah, ada lagi yang berpendapat , yang pentingkan dalamnya (hatinya). Maksudnya, tidak apa-apa tidak pakai jilbab yang penting hatinya baik. Ini sama saja dengan penolakan syariat. Naudzubillah min dzalik.

Menutup aurat adalah kewajiban. Sama dengan kewajiban-kewajiban yang lain. Kalau menggunakan logika ini, tentu akan muncul pendapat bahwa, tidak perlu shalat, puasa, dan seterusnya yang penting hatinya baik. Atau lebih ekstrim lagi, tidak perlu menganut agama, yang penting hatinya baik.

Hal yang juga "lucu" dikatakan oleh ketua MUI. Ini kutipan dari paragrap terakhir di berita detik.com "Amidhan menyatakan lebih baik Ibu Ani Yudhoyono berpenampilan seperti adanya. "Seperti biasa saja yang penting aurat ditutup," katanya".
Nah lho ....... Saya jadi penasaran, batasan aurat menurut Ketua MUI yang mana ya?

Mari kita mempelajari agama dan kemudian melaksanakannya dengan ikhlas dan sepenuh hati. Dengan demikian tujuan akhirat tercapai yang akan mengikutkan tujuan dunia. Sebab jika Dilakukan untuk tujuan dunia, yakinlah tujuan akhirat tidak akan tercapai.

0 Comments:

 

blogger templates 3 columns | Make Money Online